Minggu, 13 Maret 2016

Potensi SDM Papua Diselimuti Ketersediaan SDA


Pembangunan dan perkembangan suatu daerah sangatlah ditentukan oleh potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh daerah tersebut. Sumber Daya Manusia bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan pembangunan dan perkembangan suatu daerah. Akan tetapi, ia adalah salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap pembangunan dan perkembangan suatu daerah.

Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) masih menjadi kebutuhan utama bagi Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat). Hal tersebut, apabila dibandingkan dengan ketersediaan sumber daya alam yang dimilikinya.  Ibarat tuaian banyak, akan tetapi pekerjanya sangat sedikit.

Hal di atas, bukan berarti Orang Asli Papua memang kurang mampu atau tidak mampu. Sesungguhnya, Orang Asli Papua memiliki potensi sumber daya manusia yang tidak kalah banding dengan orang dari luar Tanah Papua. Betapa tidak mungkin?  Buktinya Orang Asli Papua banyak yang sukses di bidang pendidikan dan karier.

Sebagai contoh, sebut saja mereka adalah; Prof. Dr. Baltazar Kambuaya, MBA., Prof. Dr. Ir. Frans Wanggai, M. Sc., Pdt. Dr. Benny Giay, Pastor Dr. Neles K. Tebay, Pr., Pdt. Dr. Noakh Nawipa, Eds., Dr. Soriel Mofu, M. Ed., M. Phil. (Orang Asli Papua pertama  penakluk Universitas Oxford Inggris-Rektor UNIPA sekarang), Pdt. Drs. Socratez S. Yoman, M.A., (penulis buku tersubur asli Papua), Septinus George Saa (Pemenang lomba First Step to Nobel Prize in Physics pada tahun 2004). Vanny Blessia (Perempuan Asli Papua yang tepatnya pada tanggal 4 Mei 2013 lalu, berhasil wisuda dengan predikat Cum laude dari bidang Health Science atau ilmu keperawatan dan kesehatan dari Corban University USA.) Tentunya, masih banyak lagi Orang Asli Papua, yang juga sedang muncul gemilang dengan keahlian dan spesialisnya masing-masing.


Pada hakekatnya, kita ketahui bahwa di dunia ini tidak ada manusia yang kurang mampu atau tidak mampu. Mengapa demikian? Karena, pada saat kisah penciptaan manusia pertama, kita diciptakan oleh Tuhan sesuai dengan gambar dan rupa-Nya sendiri.

Manusia diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta pada hari keenam dengan maksud dan tujuan tersendiri. Oleh karena itu, Ia menciptakan kita dengan keunikan tersendiri.Keunikkan antara kita manusia dengan ciptaan yang lainnya adalah karena kita dilengkapi dengan akal budi. Maksud dan tujuannya supaya manusia menjadi penjaga, pewaris, tuan atas segala ciptaan-Nya yang lain.

Akan tetapi, seringkali manusia terlihat kurang mampu bahkan tidak mampu. Hal tersebut bukanlah masalah kodrati yang dibawa sejak lahir. Tetapi, tentunya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah faktor lingkungan tempat dimana seseorang itu hidup dan berkembang.

Alam dimana seseorang hidup dan berkembang juga sangat berpengaruh terhadap tata cara dan perilaku manusia sekitarnya. Masyarakat yang hidup dan tinggal di pesisir pantai, mereka pandai dalam melaut untuk menangkap ikan, udang dan lain-lain yang ada di laut. Selain itu, mereka juga pandai dalam menogok sagu sebagai makanan pokoknya.

Sama halnya juga masyakarak yang hidup dan tinggal di hutan dan pegunungan. Mereka pandai dalam hal berkebun dan berburu. Kedua perilaku di atas ini memang sudah menjadi mata pencaharian Masyarakat Adat Papua beradasarkan lingkungan dimana mereka tinggal.
Akan tetapi, seringkali keberadaan dan ketersediaan sumber daya alam yang ada di sekitar, memengaruhi semangat dan etos kerja masyarakat setempat. Masyarakat yang berasal dari daerah yang tanahnya gersang, padang gurun, tanpa tumbuhan dan air lebih aktif dan kreatif.
Sikap tersebut biasanya muncul karena mereka berupaya kerja keras untuk mendapatkan dari yang tidak ada menjadi ada. Sehingga, jangan heran jika banyak filusuf dan penemu ternama yang berasal dari daerah yang alamnya kritis, gersang bahkan tidak subur, contohnya Israel, Yunani, dan lain-lain.

Mengapa demikian?. Tentunya, karena secara psikologis mereka dipaksakan oleh alam sekitarnya untuk menemukan atau mengadakan sesuatu yang susah dan tidak ada tersebut menjadi ada.

Bagaimana tidak mungkin? Jika, mereka tidak kerja keras maka konsekuensinya akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mereka.

Hal tersebut, sangatlah berbeda dengan kita Orang Asli Papua yang berasal dari alam yang penuh dengan susu dan madu itu.

Betapa tidak mungkin, alam telah menyediakan segala sesuatu dan masyarakat tinggal menikmatinya tanpa harus kerja keras. Realitas seperti ini sebenarnya secara psikologis sangat berpengaruh terhadap semagat dan etos kerja masyarakat setempat.

Pengaruh ketersediaan alam tersebut juga, seringkali berakibat pada semangat belajar dari Generasi Muda Papua sebagai potensi SDM kelak di daerahnya sendiri. Apapun alasannya, di dunia ini tentunya memiliki hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya.

Sehingga, janganlah heran jika banyak generasi muda potensi SDM Papua kelakyang berpikirnya terlalu instan, maunya cepat, tanpa proses yang panjang, bahkan menjadi malas kerja. Karena masih percaya bahwa,kita akan mendapatkan segala sesuatu itu dengan mudah dan cepat. Sebagaimana, seperti hanya dengan melangkah dua atau tiga kaki ke depan pasti ada makanan yang alam sediakan.Hal inilah yang harus disadari sepenuhnya oleh kita. Jika tidak, kita akan terperangkap jadi penonton belaka.

Selain alam memanjakan, program-program Pemerintah Indonesia yang berjalan saat ini juga membuat masyarakat sangat tidak berdaya. Programnya seperti; Bantuan Langsung Tunai (BLT), Pemberian beras untuk rakyat miskin (Bantuan RASKIN) dan lain-lain. Ibaratnya pemerintah hanya terus memberikan ikan, tanpa memberitahu ataupun memberikan mata kail supaya mereka sendiri bekerja dan berusaha untuk menangkapnya.

Realita seperti ini, sesungguhnya menjadi tantangan terberat untuk kita generasi muda potensi SDM Papua kelak. Mengingat kita berasal dari alam yang menyimpan segala yang sangat misterius. Baik itu dari hasil sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) maupun sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui (unrenewableresources).

Sesungguhnya, kita manusia bukanlah benda mati seperti televisi atau robot yang harus dijalankan atau diatur oleh alat yang namanya remot pengontrol. Mestinya, kita harus rajin dan ulet untuk memberdayakan segala sesuatu yang Tuhan berikan kepada kita dengan akal budi yang kita miliki.

Jika tidak, kita akan selalu hanya menjadi penonton belaka dari permainan dan pergulatan yang dilakukan oleh orang-orang luar. Padahal, mareka adalah orang-orang yang sesungguhnya berasal dari sumber daya alam yang tidak sebading dengan yang kita miliki.

Idealnya, semakin banyak kita memiliki harta kekayaan alam, maka semakin banyak pula tuntutan terhadap kita untuk menjaga dan melestarikannya. Tidak ada sejarah di dunia ini yang mengatakan bahwa untuk kepentingan orang atau kolompok tertentu dapat diurus oleh orang lain.

Hal yang ada dan lazim terjadi adalah bahwa pihak ketiga datang hanyalah untuk mau merusakdan menghancurkan dari kondisi sesungguhnya.

Kini saatnya, kita anak tanah menjadi tuan di negeri kita sendiri. Akhir kata, Orang Asli Papua Juga Bisa.

Penulis: Felix Minggus Degei adalah Alumnus dari  Program Studi Bimbingan dan Konseling (Psikologi), Universitas Cenderawasih Jayapura Papua tahun 2012. Menaruh Perhatian pada Masalah Pendidikan dan Kebudayaan di Papua.  

Catatan:
Tulisan ini pernah dimuat di majalahselangkah.com. Kami menyadari bahwasannya tulisan ini sangat penting untuk kita pahami dengan baik demi sebuah pemahaman yang konstruktif dan idealis demi pendidikan yang masif di Papua.

Redaksi Matoa 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar