Pembangunan
dan perkembangan suatu daerah sangatlah ditentukan oleh potensi Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dimiliki oleh daerah tersebut. Sumber Daya Manusia bukanlah
satu-satunya faktor yang menentukan pembangunan dan perkembangan suatu daerah.
Akan tetapi, ia adalah salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap
pembangunan dan perkembangan suatu daerah.
Masalah
Sumber Daya Manusia (SDM) masih menjadi kebutuhan utama bagi Tanah Papua
(Provinsi Papua dan Papua Barat). Hal tersebut, apabila dibandingkan dengan
ketersediaan sumber daya alam yang dimilikinya. Ibarat tuaian
banyak, akan tetapi pekerjanya sangat sedikit.
Hal
di atas, bukan berarti Orang Asli Papua memang kurang mampu atau tidak mampu.
Sesungguhnya, Orang Asli Papua memiliki potensi sumber daya manusia yang tidak
kalah banding dengan orang dari luar Tanah Papua. Betapa tidak
mungkin? Buktinya Orang Asli Papua banyak yang sukses di bidang
pendidikan dan karier.
Sebagai
contoh, sebut saja mereka adalah; Prof. Dr. Baltazar Kambuaya, MBA., Prof. Dr.
Ir. Frans Wanggai, M. Sc., Pdt. Dr. Benny Giay, Pastor Dr. Neles K. Tebay, Pr.,
Pdt. Dr. Noakh Nawipa, Eds., Dr. Soriel Mofu, M. Ed., M. Phil. (Orang Asli
Papua pertama penakluk Universitas Oxford Inggris-Rektor UNIPA
sekarang), Pdt. Drs. Socratez S. Yoman, M.A., (penulis buku tersubur asli
Papua), Septinus George Saa (Pemenang lomba First Step to Nobel Prize
in Physics pada tahun 2004). Vanny Blessia (Perempuan Asli Papua yang
tepatnya pada tanggal 4 Mei 2013 lalu, berhasil wisuda dengan predikat Cum
laude dari bidang Health Science atau ilmu
keperawatan dan kesehatan dari Corban University USA.) Tentunya, masih banyak
lagi Orang Asli Papua, yang juga sedang muncul gemilang dengan keahlian dan
spesialisnya masing-masing.
Pada
hakekatnya, kita ketahui bahwa di dunia ini tidak ada manusia yang kurang mampu
atau tidak mampu. Mengapa demikian? Karena, pada saat kisah penciptaan manusia
pertama, kita diciptakan oleh Tuhan sesuai dengan gambar dan rupa-Nya sendiri.
Manusia
diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta pada hari keenam dengan maksud dan tujuan
tersendiri. Oleh karena itu, Ia menciptakan kita dengan keunikan
tersendiri.Keunikkan antara kita manusia dengan ciptaan yang lainnya adalah
karena kita dilengkapi dengan akal budi. Maksud dan tujuannya supaya manusia menjadi
penjaga, pewaris, tuan atas segala ciptaan-Nya yang lain.
Akan
tetapi, seringkali manusia terlihat kurang mampu bahkan tidak mampu. Hal
tersebut bukanlah masalah kodrati yang dibawa sejak lahir. Tetapi, tentunya
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh
adalah faktor lingkungan tempat dimana seseorang itu hidup dan berkembang.
Alam
dimana seseorang hidup dan berkembang juga sangat berpengaruh terhadap tata
cara dan perilaku manusia sekitarnya. Masyarakat yang hidup dan tinggal di
pesisir pantai, mereka pandai dalam melaut untuk menangkap ikan, udang dan
lain-lain yang ada di laut. Selain itu, mereka juga pandai dalam menogok sagu
sebagai makanan pokoknya.
Sama
halnya juga masyakarak yang hidup dan tinggal di hutan dan pegunungan. Mereka
pandai dalam hal berkebun dan berburu. Kedua perilaku di atas ini memang sudah
menjadi mata pencaharian Masyarakat Adat Papua beradasarkan lingkungan dimana
mereka tinggal.
Akan
tetapi, seringkali keberadaan dan ketersediaan sumber daya alam yang ada di
sekitar, memengaruhi semangat dan etos kerja masyarakat setempat. Masyarakat
yang berasal dari daerah yang tanahnya gersang, padang gurun, tanpa tumbuhan
dan air lebih aktif dan kreatif.
Sikap
tersebut biasanya muncul karena mereka berupaya kerja keras untuk mendapatkan
dari yang tidak ada menjadi ada. Sehingga, jangan heran jika banyak filusuf dan
penemu ternama yang berasal dari daerah yang alamnya kritis, gersang bahkan
tidak subur, contohnya Israel, Yunani, dan lain-lain.
Mengapa
demikian?. Tentunya, karena secara psikologis mereka dipaksakan oleh alam
sekitarnya untuk menemukan atau mengadakan sesuatu yang susah dan tidak ada
tersebut menjadi ada.
Bagaimana
tidak mungkin? Jika, mereka tidak kerja keras maka konsekuensinya akan sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mereka.
Hal
tersebut, sangatlah berbeda dengan kita Orang Asli Papua yang berasal dari alam
yang penuh dengan susu dan madu itu.
Betapa
tidak mungkin, alam telah menyediakan segala sesuatu dan masyarakat tinggal menikmatinya
tanpa harus kerja keras. Realitas seperti ini sebenarnya secara psikologis
sangat berpengaruh terhadap semagat dan etos kerja masyarakat setempat.
Pengaruh
ketersediaan alam tersebut juga, seringkali berakibat pada semangat belajar
dari Generasi Muda Papua sebagai potensi SDM kelak di daerahnya sendiri. Apapun
alasannya, di dunia ini tentunya memiliki hubungan antara manusia dengan alam
sekitarnya.
Sehingga,
janganlah heran jika banyak generasi muda potensi SDM Papua kelakyang
berpikirnya terlalu instan, maunya cepat, tanpa proses yang panjang, bahkan
menjadi malas kerja. Karena masih percaya bahwa,kita akan mendapatkan segala
sesuatu itu dengan mudah dan cepat. Sebagaimana, seperti hanya dengan
melangkah dua atau tiga kaki ke depan pasti ada makanan yang alam sediakan.Hal
inilah yang harus disadari sepenuhnya oleh kita. Jika tidak, kita akan
terperangkap jadi penonton belaka.
Selain
alam memanjakan, program-program Pemerintah Indonesia yang berjalan saat ini
juga membuat masyarakat sangat tidak berdaya. Programnya seperti; Bantuan
Langsung Tunai (BLT), Pemberian beras untuk rakyat miskin (Bantuan RASKIN) dan
lain-lain. Ibaratnya pemerintah hanya terus memberikan ikan, tanpa memberitahu
ataupun memberikan mata kail supaya mereka sendiri bekerja dan berusaha untuk
menangkapnya.
Realita
seperti ini, sesungguhnya menjadi tantangan terberat untuk kita generasi muda
potensi SDM Papua kelak. Mengingat kita berasal dari alam yang menyimpan segala
yang sangat misterius. Baik itu dari hasil sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (renewable resources) maupun sumber daya alam yang
tidak bisa diperbaharui (unrenewableresources).
Sesungguhnya,
kita manusia bukanlah benda mati seperti televisi atau robot yang harus
dijalankan atau diatur oleh alat yang namanya remot pengontrol. Mestinya, kita
harus rajin dan ulet untuk memberdayakan segala sesuatu yang Tuhan berikan
kepada kita dengan akal budi yang kita miliki.
Jika
tidak, kita akan selalu hanya menjadi penonton belaka dari permainan dan
pergulatan yang dilakukan oleh orang-orang luar. Padahal, mareka adalah
orang-orang yang sesungguhnya berasal dari sumber daya alam yang tidak sebading
dengan yang kita miliki.
Idealnya,
semakin banyak kita memiliki harta kekayaan alam, maka semakin banyak pula
tuntutan terhadap kita untuk menjaga dan melestarikannya. Tidak ada sejarah di
dunia ini yang mengatakan bahwa untuk kepentingan orang atau kolompok tertentu
dapat diurus oleh orang lain.
Hal
yang ada dan lazim terjadi adalah bahwa pihak ketiga datang hanyalah untuk mau
merusakdan menghancurkan dari kondisi sesungguhnya.
Kini
saatnya, kita anak tanah menjadi tuan di negeri kita sendiri. Akhir kata, Orang
Asli Papua Juga Bisa.
Penulis: Felix Minggus Degei adalah Alumnus dari
Program Studi Bimbingan dan Konseling (Psikologi), Universitas Cenderawasih
Jayapura Papua tahun 2012. Menaruh Perhatian pada Masalah Pendidikan dan
Kebudayaan di Papua.
Catatan:
Tulisan ini pernah dimuat di majalahselangkah.com. Kami menyadari bahwasannya tulisan ini sangat penting untuk kita pahami dengan baik demi sebuah pemahaman yang konstruktif dan idealis demi pendidikan yang masif di Papua.
Redaksi Matoa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar