Judul buku: Plato dan Internet
Penulis: Kieron O’Hara
Diterbitkan oleh Penerbit Jendela
Cetakan I, Oktober 2002. Vi+81 halaman. Ukuran 11x17,5 cm.
ISBN: 979-95978-97-6
Peresensi: Sanimala B.
Dunia terus bergerak!
Siapa yang tidak punya keahlian, kemampuan, ketrampilan, dia akan jadi
penonton, kelaparan, digilas dunia yang terus maju. Maka di era baru ekonomi
modern ini, hidup ditentukan oleh keuntungan kompetitif. Misalnya bagi tenaga
kerja atau seorang pebisnis. Bagi pebisnis dan karyawan/tenaga kerja,
pengetahuan dan kreativitas adalah yang utama disamping ketrampilan mengelola
dan melakukan pekerjaannya. Dan di dunia semodern ini, kemana lagi orang
mencari pengetahuan itu bila tidak searching
di internet, misal: menggunakan mesin pencari data: google, selain (tentu saja) saluran pengetahuan dan ketrampilan
primer: sekolah, kursus, pelatihan dan sejenisnya.
Internet pada satu sisi
menjanjikan keberlimpahan informasi sehingga memberi kemudahan akan akses
terhadap suatu hal secara cepat dan akurat. Tak pelak, internet adalah salah
satu elemen terpenting dalam dunia-bergerak yang kita hidupi hari ini. Tetapi
kadangkala, internet membuat orang bingung dalam menentukan sikap terhadap
luapan informasi di dalamnya. Terbukti dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan
kebingungan, misal: orang tidak lagi tanya soal bagaimana mengumpulkan dan
mendapat informasi, tapi tanya bagaimana cara ia bisa manfaatkan dan pakai
informasi itu dengan tepat. Kenyataannya, di tengah jutaan data dalam internet,
kita menemukan diri kita tenggelam dalam lautan informasi seraya mengalami
kekurangan pengetahuan yang justru benar-benar kita butuhkan untuk hidup
sehari-hari di tengah realitas hidup di tempat kerja, di lingkungan tempat kita
tinggal, dll.
Lalu kita tanya, apa
itu pengetahuan? Apakah semua informasi yang kita dapat akses di internet
adalah pengetahuan? Kieron O’Hara juga bertanya begitu. Jawaban dan
argumen-argumen pendukungnya dapat kita baca dalam bukunya, Plato dan Internet, yang diterjemahkan
dari judul aslinya, Plato and Internet,
sebagai Buku Seri Postmodern. Peneliti senior pada Intelligence, Agents and Multimedia Group pada University of Southampton ini antara lain membeberkan pada kita,
betapa tidak semua informasi di internet bisa menjadi pengetahuan kita (bahkan
berpotensi menenggelamkan kita dalam lautan data/informasi dengan bikin kita tetap miskin pengetahuan).
Poin penting yang
dijelaskan O’Hara adalah penegasannya bahwa perbedaan esensial saat ini tidak lagi
terletak para perdebatan esensi antara pengetahuan dan keyakinan, tetapi antara
pengetahuan dan informasi. Informasi barulah kumpulan-kumpulan data, sementara
pengetahuan adalah informasi yang sudah dibingkai dengan kerangka tertentu.
Jadi, informasi tidaklah sama dengan pengetahuan, sebagaimana keyakinan tidak
sama dengan pengetahuan. Menurutnya, apa yang penting bukanlah ‘fakta-fakta apa
saja yang anda ketahui’, tetapi ‘apa yang anda ketahui untuk anda kerjakan’,
dan bahwa kita mestinya menumbuhkan harapan yang sama dengan harapan kita pada
internet, juga pada alam dan lingkungan sekitar kita (data-data informasi di
internet dan semua informasi hasil rekaan panca indra kita di alam dan
lingkungan di sekitar adalah sama kedudukannya).
Lalu, bagaimana bisa
nama Plato dicatut dan dihubungkan dengan internet sekenanya dalam buku ini?
Jawaban atas tanya seperti ini yang bikin menarik isi buku ini, menurut saya.
Jawabannya sudah bisa diduga: Plato adalah ilmuan dan filsuf yang banyak bicara
soal epistemologi atau teori pengetahuan. Pada zamannya, yang ramai
diperdebatkan dan dianalisa adalah soal sama atau tidaknya pengetahuan dan
keyakinan dengan jalan memperbandingkannya. Walau menurut O’Hara, perdebatan
tentang apakah keyakinan dan pengetahuan itu sama, kini esensi perdebatan yang
lebih patut untuk diperdebatkan adalah betapa bedanya informasi dan pengetahuan
–dengan mengamini bahwa keyakinan berbeda dengan pengetahuan. Itulah alasan
Plato dihubungkan dengan internet sebagai saluran informasi untuk pengetahuan manusia
di zaman-bergerak ini.
Perbedaan keyakinan dan
pengetahuan digambarkan O’Hara dengan mengutip uraian Plato dalam bentuk dialog
(hal. 11):
SOCRATES:
Menurut anda, apakah mengetahui dan
meyakini mempunyai arti yang sama, atau adakah perbedaan antara pengetahuan dan
keyakinan?
GEORGIAS:
Saya musti mengatakan bahwa di antara
keduanya terdapat perbedaan.
SOCRATES:
Tepat. Dan anda dapat membuktikannya
seperti ini, jika anda ditanya, bernarkah ada keyakinan sejati, dan, di sisi
lain keyakinan palsu, dan anda pasti akan menjawab: tepat.
GEORGIAS:
Ya.
SOCRATES:
Namun, adalah pengetahuan yang benar, dan
adakah pengetahuan yang keliru?
GEORGIAS:
Tentu saja tidak.
SOCRATES: Dengan demikian jelaslah bahwa pengetahuan
dan keyakinan tidaklah sama.
Buku ini menarik dan
menjadi sangat penting untuk dibaca saat ini, di tengah dunia dengan peran internet
yang sangat besar ini karena akan memberi setiap pembaca, pandangan yang
komprehensif soal data, informasi dan pengetahuan. Penjelasan O’Hara dimulai
dengan telaah epistemologi dari pemikiran-pemikiran Plato tentang pengetahuan
dan para skeptik yang menyerangnya. Lalu masuk pada keberlimpahan informasi
melalui World Wide Web (WWW) dengan
bahasa universalnya, Hypertext Markup
Language (HTML). Dimana server “berpura-pura” seolah-olah semua file yang ada padnya tersimpan dalam
satu sumber saja, yaitu dengan menyediakan sebuah sistem alamat file yang konsisten: Uniform Resource Locators (URL) dalam
WWW. Keterbukaan HTML memungkinkan
setiap orang menciptakan isi dan kemudian menempatkannya dalam WWW. Hasilnya
adalah ledakan data: naskah, gambar, suara, video, dan lain sebagainya (bukan
pengetahuan).
Pembahasan dalam buku
ini akan memasuki manajemen pengetahuan, setelah menjelaskan apa itu internet,
web, server, LTML dan URL. Pokok bahasan ini akan berfungsi untuk menjelaskan
secara detail soal apa itu ‘data’, ‘informasi’ dan ‘pengetahuan’.
Buku ini sangat penting
dibaca oleh semua kalangan. Bagi pelajar/mahasiswa agar memahami bahwa tidak
semua data dalam internet adalah pengetahuan; agar mampu menghindarkan diri
dari bahaya krisis pengetahuan di tengah berlimpahnya data dan informasi di
internet. Buat para pengajar, buku ini penting untuk memahami karakteristik
anak dan zaman-bergerak ini: agar tugas-tugas dapat disesuaikan (atau lebih
tepatnya, dirancang) agar tidak membuat anak didik terjerumus atau malah
tenggelam dalam lautan informasi dengan tetap miskin pengetahuan. Bagi para
praktisi dan pengguna internet: buku ini cocok untuk memahami dunia kecil
dimana disana ada jutaan data informasi, agar kita tidak menganggap dunia di
dalam sana sebagai dunia nyata dan justru terasing di dunia nyata; agar tidak
terperangkap dalam lautan informasi sehingga lupa bahwa semua itu adalah
data-data dan informasi yang perlu kita kelola agar jadi pengetahuan sesuai
kebutuhan kita; juga agar kita tidak lupa bahwa informasi dan data bisa kita
akses juga di alam dan lingkungan sekitar kita (tidak harus melalui internet).
Bagi kita di Papua,
buku ini mungkin hanya bisa dimengerti dengan baik oleh mereka yang telah punya
pengetahuan cukup, dan berpotensi hanya tinggalkan ‘kapala oleng’ bagi
kita-kita yang belum terbiasa dengan beberapa kata-kata filsafat dan kata-kata
ilmiah. Lalu, berhubung biaya akses internet mahal (dan tentu saja, kita di
Papua jarang akses informasi luar), ada tiga hal yang perlu kita ketahui,
menurut saya, berkaitan dengan internet sebagai sumber data dan informasi.
Pertama: internet
dipenuhi oleh data-data (ada data yang benar, ada data tipu-tipu) dan informasi
(ada informasi benar, ada informasi salah). Kesalahan kita (menganggap semua
data dan informasi di internet itu benar) memahami apa itu internet, apa itu
data, apa itu informasi dan apa itu pengetahuan bisa berakibat fatal bagi
pemahaman kita. Kenapa fatal? Karena pemahaman yang terbentuk itulah yang akan
jadi pedoman tindakan-tindakan dan sikap kita di dunia nyata.
Kedua: di internet,
sehubungan dengan poin pertama tadi, data dan informasi banyak yang sengaja
disebar untuk kepentingan-kepentingan tertentu: kepentingan bisnis, kepentingan
ekonomi-politik, kepentingan militer, kepentingan lain-lain yang tidak dapat
kita sebut satu-satu. Kesalahan pada poin pertama tadi mengakibatkan kita mati
konyol dipermainkan beragam kepentingan itu demi keuntungan mereka atas kita
orang Papua dan tanah air kita yang kaya raya: tanah Papua.
Ketiga: data dan
informasi di internet sama kedudukannya dengan semua hal yang dapat kita
tangkap dengan indra. Alam, sesama manusia dan fenomena-fenomena/gejala
sosial-politik di tempat kita tinggal, di kota tempat kita berada, telah
menyajikan data dan informasi setiap hari. Sebagai orang Papua, justru semua
informasi dan data yang dekat dengan lingkungan tempatan kita (semua informasi
di Papua) itulah yang dapat kita kelola jadi pengetahuan: pengetahuan bagi kita
orang Papua untuk turut berpartisipasi, bahu membahu, keluar dari semua
belenggu penjajahan untuk menyongsong hari depan yang lebih cerah. Karena semua
data itu bersinggungan dengan hidup kita di tanah ini, maka kita dengan gampang
bisa memerifikasi kebenaran dan merefleksikan itu demi perbaikan-perbaikannya
ke depan, yang justru memberi kita pedoman dan sudut pandang yang jelas: kita
harus bagaimana dan harus melangkah seperti apa untuk kita pu hidup ke depan!
Karena kadang-kadang, kalau
kita over tenggelam lebih dalam lagi di dasar samudera informasi ‘luar’ yang
asing itu, kita bisa jadi ‘orang asing’ betulan di kehidupan nyata kita, atau
malah (sambil jadi ‘orang asing’ tadi) memberi efek-efek tertentu dalam pikiran
(dan pada waktunya nanti akan keluar dalam bentuk tindakan, kata-kata,
kehendak): yang luar itu yang lebih bagus; yang luar itu yang lebih jago; kita
harus seperti mereka yang di luar sana; kita harus tiru-tiru mereka disana;
kita belum maju kalau tidak seperti mereka di luar sana; kita lebih tratau apa-apa dari mereka di luar
sana; kita harus ini, itu, dst, dst,
dst. Semoga tidak. Semoga internet tidak bikin kita orang-orang Papua jadi
orang lain (the others peoples) di
tanah air kita, di tengah saudara-saudara kita di kampung, di kota, di lembah,
di gunung, di pinggir pantai dan bibir jurang, di ngarai, selat, teluk, tanjung
dan di seantero tanah air Papua.
Semoga
kita sungguh-sungguh jadi manusia Papua yang sejati dan tak tergoyahkan di tengah lautan data dan informasi yang ada! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar