Ilustrasi penolakan eksploitasi. Ist. |
Berikut adalah sebagian kasus yang dilaporkan dalam terbitan berkala Down To Earth (DTE) selama lebih dari tahun 1989 hingga 2010, yakni selama 22 tahun terakhir. Sumbernya adalah buletin DTE. Angka dalam kurung mengacu pada edisi terbitan berkala DTE. Daftar ini memang kurang lengkap, tetapi memberikan indikasi besarnya kerusakan sumber daya Papua dalam beberapa dekade terakhir. Setidaknya ia memberi gambaran bagaimana kolonialisme Indonesia telah membuka pintu lebar-lebar bagi kapitalisme-imperialisme global mengambil segala yang berharga dari tanah air milik bangsa Papua itu. Berikut ringkasannya:
Eksploitasi SDA Papua Antara Tahun 1989-2010
Eksploitasi SDA Papua Antara Tahun 1989-2010
1989: Marubeni dari Jepang dijadwalkan untuk mulai mengimpor kayu
serpih dari daerah hutan bakau di Teluk Bintuni sebagai bagian dari proyek
bersama PT Bintuni Utama Murni yang
mencakup kegiatan pabrik kayu serpih di Pulau Amutu Besar. Tak ada AMDAL, dan
konsesi itu tumpang tindih dengan area hutan konservasi (1). Di Jepang protes
terhadap proyek itu dilancarkan oleh JATAN dan FoE Jepang (6).
Scott Paper melanjutkan rencana pembukaan
perkebunan dan proyek bubur kayu di Merauke setelah mendapat persetujuan
pemerintah pada bulan Oktober 1988 (1). Surat protes dilayangkan oleh sejumlah
ORNOP (2) dan aksi protes juga dilancarkan di Jakarta (3). Perusahaan akhirnya menarik
diri dari proyek tersebut (6).
Perusahaan Finlandia Rauma-Repola Oy tengah menjajaki kerja sama patungan
dengan PT Furuma Utama Timber Co,
untuk mengembangkan proyek kertas dan bubur kayu di Papua (6).
Konglomerat Indonesia PT Garuda Mas melakukan studi kelayakan untuk pabrik
pemrosesan sagu di distrik Sorong (1). PT Sagindo Sari Lestari telah membangun pabrik sagu di
Bintuni-Manokwari (4)
Enam puluh enam dari 77 pemegang HPH dilaporkan telah
menghentikan kegiatan penebangan mereka (1). Perusahaan Australia McLean Ltd berencana untuk
melakukan penebangan di atas lahan HPH seluas 60.000 hektare di daerah
Mamberamo melalui kerja sama dengan PT Sansaporinda, yang disebut Mamberamo Forest Products (5).
Gucci dan Christian Dior dikabarkan
berminat atas investasi kulit buaya. Sekitar 2.500 lembar kulit buaya telah
diekspor ke Perancis sejak1987 oleh PT Skyline Jayapura (2). Perburuan buaya dan penyelundupan
kulit buaya dilaporkan terjadi di daerah Sungai Mamberamo, dengan melibatkan
kekerasan dan korupsi dalam perdagangan itu (3).
BUMN PT Aneka
Tambang berencana untuk membuka tambang nikel di Pulau Gag dengan
dukungan finansial dari Queensland
Nickel Joint Venture, Australia (3).
Ekspansi besar-besaran terjadi di tambang Freeport dengan peningkatan
produksi emas sebanyak tiga kali lipat dari 5 ton menjadi 15 ton dalam 3 tahun
ke depan dan produksi konsentrat tembaga dari 25.000 ton menjadi 40.000 ton per
hari. Freeport merayakan ulang tahunnya yang ke 21 sambil meraup keuntungan
terbesar yang pernah dicapai. Seorang pekerja medis melaporkan telah terjadi
143 kecelakaan kerja yang serius dan 4 kematian dalam 3 tahun terakhir (5).
Perusahaan patungan penebangan hutan Korea
Selatan-Indonesia, You Liem Sari (anak
perusahaan You One Construction) dan PT Kebun Sari telah menghancurkan penghidupan 90 keluarga di
Muris, dekat Jayapura (6).
Enam perusahaan pertambangan emas asing, satu dari Inggris
dan lima dari Australia, mengincar emas di Papua (6).
1990: Investigasi oleh kantor berita
Jepang, Kyodo, menemukan bukti pembalakan liar di Teluk Bintuni oleh Bintuni Utama Murni Wood Industries yang
didukung oleh Marubeni (7). Di Teluk Bintuni, pemilik tanah suku Iraturu
menuntut royalti dari perusahaan, sementara kampanye terhadap keterlibatan
Marubeni dalam perusakan hutan bakau terus berlanjut di Jepang (10). Perusahaan
itu diperintahkan untuk menghentikan kegiatannya dan didenda oleh Menteri
Kehutanan karena pembalakan liar (11).
Perusahaan minyak Amerika Serikat Conoco akan melakukan pengeboran
sumur minyak yang konon terbesar di Papua di daerah Kepala Burung sesuai dengan
perjanjian bagi hasil dengan perusahaan minyak negara Pertamina (8).
Pengapalan pertama ke Jepang tepung sagu yang diproduksi
oleh Sagindo Sari Lestari melalui
kegiatannya di Teluk Bintuni. Perusahaan itu mengumumkan rencana untuk
mendatangkan 200 keluarga transmigran untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.
(9).
Gubernur Suebu mempertimbangkan rencana sebuah konsorsium
Australia untuk membangun pabrik pembuangan limbah beracun di Nappan, Teluk
Cenderawasih, untuk memproses limbah tingkat tinggi dari Australia, Indonesia
dan Singapura (9). Proyek peluncuran roket pendorong satelit di Biak juga
tengah direncanakan bersama dengan sebuah perusahaan Amerika Serikat (9).
Freeport melakukan negosiasi untuk memperluas
kawasan kontrak menjadi 20 kali lebih besar dari luas awalnya. (10). Ornop
Indonesia SKEPHI melaporkan bahwa 77 pemegang HPH sudah mendapatkan 12,9 juta
hektare dan mengatakan bahwa 70% dari hutan Papua seluas 41,8 juta hektare
telah dialokasikan untuk berbagai jenis eksploitasi (penebangan hutan,
pembangunan waduk, lokasi transmigrasi, perkebunan, pertambangan dan minyak)
(10).
PT Yapen Utama Timber siap menghancurkan hutan
perawan Pulau Yapen dan penghidupan masyarakat di pulau itu (10).
Pemerintah memberikan lampu hijau kepada 19 pabrik bubur
kayu baru, empat di antaranya berada di Papua (11).
Gubernur Suebu mengatakan bahwa survei satelit yang
dilakukan oleh ahli AS menunjukkan bahwa Papua memiliki cadangan emas terbesar
di dunia (11).
1991: Perusahaan negara Inhutani II diumumkan sebagai
pengganti Scott Paper di
Merauke (12). Pemerintah Kanada mendanai studi kelayakan bagi perusahaan
kayu/proyek bubur kayu yang didanai Bank Pembangunan Asia di Sorong. Perusahaan
yang mengajukan diri untuk menjalankannya adalah PT Kayu Lapis, salah satu kelompok perusahaan kehutanan besar
di Indonesia yang sudah melakukan penebangan hutan di Teluk Bintuni melalui
anak perusahaannya PT Henrison
Iriana. Perusahaan ini dikabarkan memiliki dua HPH, masing-masing di
kelurahan Wasior dan Babo (12).
Proyek sagu PT
Sagindo Sari Lestari berencana untuk mendatangkan 8.000 keluarga
transmigran lagi untuk bekerja di proyek tersebut (12).
Sepuluh ORNOP dari AS, Inggris, Jepang, dan Belanda
menyuarakan keprihatinan mereka atas dampak pertambangan Freeport dan perluasan proyek
yang tengah berlangsung terhadap masyarakat adat Papua dan lingkungannya (12).
Freeport menanggapi dengan membantah telah melakukan kesalahan, tetapi bersedia
mengatur pertemuan dengan ORNOP AS Environmental Defense Fund bersama dengan
WALHI dan wakil WWF di Jakarta serta memasang iklan untuk mencari staf
lingkungan hidup. (13). Perusahaan itu menandatangani perjanjian dengan
pemerintah Indonesia untuk perpanjangan kontrak selama 30 tahun yang mencakup
wilayah 2,5 juta hektare lahan dan CEO James Moffett mengklaim bahwa ia
“menancapkan tombak pembangunan ekonomi ke jantung tanah Irian Jaya”. Tambang
itu memiliki cadangan emas terbesar yang pernah dipublikasikan (14). Bakrie Group membeli 10% saham
Freeport Indonesia (15). Serangkaian berita surat kabar melaporkan kisah
perjanjian antara pemimpin adat dan perusahaan itu tahun 1974 dan perlunya
melakukan renegosiasi perjanjian tersebut (15).
Pemerintah mengumumkan rencana untuk membangun daerah wisata
internasional di Pulau Biak dengan enam hotel yang akan dibangun di atas tanah
seluas 325 hektare (13).
Empat perusahaan lain (termasuk tiga perusahaan
internasional) telah menyerahkan proposal untuk melakukan eksplorasi tembaga di
Papua (13).
Kantor gubernur Papua menyatakan bahwa Bintuni Utama Murni Wood Industries telah
membuka hutan bakau seluas 300 hektare secara ilegal. Perusahaan itu, dengan
dukungan perusahaan Jepang, Marubeni,
belum membayar denda yang dikenakan tahun lalu (13).
Dikabarkan ada proyek pembangunan waduk pembangkit listrik
tenaga air di Sentani dengan dukungan keuangan dari Jerman (13).
1992: Moi, masyarakat adat di
Sorong, menolak kehadiran perusahaan penebangan hutan PT Intimpura di tanah nenek
moyang mereka, melakukan protes, bertemu dengan wakil perusahaan dan pemerintah
dan menyerukan agar dikenakan denda. Perusahaan terus melakukan pembalakan
meskipun belum memenuhi janjinya terhadap masyarakat. Masyarakat setempat tak
mengetahui adanya rencana pembalakan sampai kegiatan itu dimulai. (16).
Tiga perusahaan – PT Yapen Utama, Wapoga Timber dan Barito Pacific Timber melakukan
penebangan hutan di Pulau Yapen, meskipun diprotes warga setempat (19).
Perusahaan patungan Perancis –Australia PT Nabire mendapat ijin untuk
melakukan eksplorasi emas di lahan seluas lebih dari 825.000 ha di Papua.
Perusahaan itu adalah BRGM dari
Perancis dan Consolidated Rutile dari
Australia, juga perusahaan Indonesia, PT Darma Bakti Cirendeu. Perusahaan asing lainnya, Montague Gold, telah memiliki tiga
proyek eksplorasi patungan di Papua (16).
Sebuah konsorsium bank Jerman akan menyediakan dana 70%
untuk membangun pabrik peleburan di Gresik, Jawa Timur, untuk melebur tembaga
dari tambang Freeport (16).
Dampak kegiatan Freeport yang membuang puluhan ribu ton limbah batu setiap hari
ke sungai setempat merusak daerah dataran rendah, mengakibatkan banjir di
hutan-hutan dan mempengaruhi penghidupan masyarakat setempat (18).
PT Astra, perusahaan yang pernah menjadi
mitra Scott Paper dalam proyek bubur kayu di Merauke, mengundurkan diri dari
kerja sama itu karena masalah keuangan (18).
Perusahaan tambang batu bara milik negara PT Tambang Batubara Bukit Asam akan
bekerja sama dengan 20 perusahaan daerah dalam usaha patungan baru di bidang
batu bara, termasuk di Papua (17).
1993: Warga desa Moi di Sorong, melakukan
penyerangan untuk ketiga kalinya terhadap base camp perusahaan
kayu PT Intimpura (yang
dimiliki oleh militer) setelah protes mereka terus menerus diabaikan (20/21).
Ancaman dan intimidasi terus dilancarkan terhadap masyarakat setempat yang
melakukan protes terhadap pembalakan yang terus berlanjut (22). Konflik serupa
juga terjadi di distrik Manokwari antara warga Sou di distrik Bintuni, dan
perusahaan penebangan hutan PT
Yotefa Sarana Timber (20/21).
Rencana pembangunan lembah Sungai Mamberano diumumkan oleh Menteri
Riset dan Teknologi BJ Habibie (20/21).
Perusahaan AS Eastern
Mining bekerja sama dengan dua perusahaan Indonesia untuk melakukan
eksplorasi emas dan tembaga di Papua (21/21).
Freeport akan meningkatkan pemrosesan
biji besi menjadi 115.000 ton per hari hingga 1996 (22).
1994: Departemen Kehutanan menekankan
pentingnya relokasi pemrosesan kayu dari Sumatra dan Kalimantan ke Papua (24).
Perusahaan Kanada Inco terus melakukan eksplorasi tembaga terbatas di Papua. Ketika
ornop menyuarakan keprihatinannya, perusahaan itu mengatakan puas dengan
catatan HAM Indonesia (24). Sementara itu perusahaan patungan antara Ingold dari Kanada dan Eastern Mining dari AS memperoleh
ijin eksplorasi emas dan tembaga serta kontrak produksi (24).
1995: RTZ (sekarang Rio
Tinto) membuat perjanjian dengan Freeport untuk mendanai ekspansi di tambangnya, dan
memperolah saham di Freeport dan bagian keuntungan dari ekspansi itu sebagai
imbalannya. Australian Council for Overseas Aid melaporkan bahwa 37 orang tewas
dalam beberapa bulan terakhir ini di tangan militer dan aparat keamanan
Freeport dan Freeport dituduh terlibat dalam penyiksaan dan intimidasi 13
warga, penembakan 3 warga desa, dan hilangnya 5 warga desa (25). Protes
terhadap keterlibatan RTZ di Freeport dilancarkan pada waktu Rapat Umum
Pemegang Saham perusahaan itu di London (25). WALHI menggugat Departemen
Pertambangan dan Energi ke pengadilan, menuduh departemen itu gagal dalam
melakukan konsultasi secara memadai sebelum menyetujui AMDAL Freeport (26).
Pernyataan oleh pimpinan Amungme menyerukan dihentikannya pembunuhan dan
penyiksaan, penggusuran dan perusakan lingkungan oleh kegiatan pertambangan
Freeport. Laporan oleh Keuskupan Katolik menunjukkan adanya bukti pembunuhan,
penyiksaan dan penghilangan di daerah konsesi pertambangan (27). Sementara itu
kapasitas pemrosesan biji besi akan ditingkatkan menjadi antara 175.000-200.000
ton per hari dan Presiden Suharto menyetujui investasi Freeport (27). Badan
Investasi Swasta Luar Negeri (Overseas Private Investment Corporation)
pemerintah AS membatalkan jaminan risiko politik untuk Freeport senilai US$ 100
juta. Surat OPIC kepada perusahaan itu mengungkapkan adanya kerusakan
lingkungan yang besar. Badan Jaminan Investasi Multilateral (Multilateral
Investment Guarantee Agency) dari Bank Dunia juga didesak untuk melakukan
pembatalan serupa atas jaminan yang diberikan tahun 1990 (28). Mahasiswa AS
melancarkan protes terhadap Freeport. Suharto membuka kota tambang Kuala
Kencana dekat tambang Freeport, dan gugatan WALHI terhadap Freeport kandas
(28). Menteri Kehutanan Djamaluddin menginginkan agar perusahaan kayu
meningkatkan penebangan hutan di Papua (29/30).
1996: Angka resmi menunjkkan bahwa
produksi kayu telah meningkat tiga kali lipat tahun 1992-3 dibandingkan dengan
dekade sebelumnya sebesar 1,3 juta m3 dari 68 HPH, tetapi ini tak cukup dan
Departemen Kehutanan mendorong lebih banyak produksi. Jakarta menawarkan ijin
bagi pabrik penggergajian dan pabrik bubur kayu baru untuk Papua. Tingkat royalti
yang lebih rendah diberlakukan sebagai insentif (29/30).
Enambelas proyek bubur kayu diumumkan, termasuk pabrik
dengan kapasitas 300.000 ton per tahun yang akan dijalankan oleh Jayanti Group mulai 2003 (29/30).
Terjadi kerusuhan massa dan penyerangan terhadap
properti Freeport di
Tembagapura dan Timika serta kota baru Kuala Kencana, setelah seorang warga
suku Dani, yang tertabrak oleh kendaraan yang dikemudikan oleh karyawan
Freeport, kemudian dikabarkan tewas dan dilempar ke jurang. CEO Freeport datang
menemui pemimpin Amungme yang mewakili korban dan mengajukan tuntutan. Pemimpin
adat Tom Beanal menggugat perusahaan itu di AS dan meminta ganti rugi sebesar
US$6 miliar (29/30). Freeport menyorongkan penyelesaian berupa 1% dari
keuntungan kotor untuk program pengembangan masyarakat dan sebagai imbalannya
perusahaan dapat terus beroperasi dalam lahan konsesi seluas 2,6 juta hektare.
Freeport membatalkan jaminan risiko politik dari MIGA maupun OPIC (yang
sebelumnya telah diberikan kembali) (31).
Sedikitnya 82 keluarga (sebagian besar keluarga dari Jawa di
lokasi transmigrasi) meninggalkan proyek PT Sago Sari Lestari karena upahnya terlalu kecil untuk dapat
bertahan hidup (29/30).
Texmaco menggantikan Astra untuk
proyek Scott Paper di Merauke dan akan memproduksi rayon, bukan bubur kayu
(32). Perusahaan lain, Tanah Merah
Hutan Lestari, tengah mengembangkan perkebunan kayu seluas 350.000 ha di
wilayah itu. (32).
1997: Kekerasan terjadi, dipicu oleh
suatu kasus perkosaan yang melibatkan karyawan-karyawan Papua Freeport, mengakibatkan 6 tewas dan 52
luka (33). Timbul lagi kekerasan di tambang Freeport-Rio Tinto yang menewaskan
sedikitnya empat warga Papua (35). Di daerah hilir, warga tergusur oleh lumpur
dan limbah tailing yang dibuang Freeport, yang telah menenggelamkan Koperapoka
Lana dan merusak 300.000 ha hutan. Sementara itu, ditemukan cadangan emas baru
(32). Pemerintah mendapati bahwa air sungai tak layak untuk dikonsumsi (32).
Gugatan oleh pemimpin Amungme Tom Beanal, dan Yosepha Alomang ditolak di AS (32).
Saham Bakrie di
Freeport diambil alih oleh Nusamba,
yang berada di bawah kendali keluarga Suharto dan kroninya si raja kayu Bob
Hasan (33). Lebih banyak pasukan akan ditempatkan di Timika (32) dan Freeport
membangun barak bagi militer setempat (35).
BHP mengumumkan proyek tambang nikel di Pulau Gag, melalui
kerja sama dengan perusahaan tambang negara, PT Aneka Tambang (35).
Suharto menginstruksikan pemerintah agar membangun satu juta
hektare perkebunan di Papua (35)
Rencana pembangunan pembangkit listrik, industri berat dan
produksi pangan di daerah aliran sungai Mamberamo diumumkan. Ada rencana untuk menarik investor
Jerman (32). Seperti halnya mega proyek lahan gambut Kalimantan Tengah,
Mamberamo ditampilkan sebagai cara untuk mengembalikan swadaya beras (34).
Seminar mengenai Mamberamo diadakan di Jakarta untuk menarik investor (35).
Penemuan gas di Teluk Bintuni diumumkan oleh perusahaan
AS Atlantic Richfield (ARCO
– ladang gas itu kemudian menjadi proyek Tangguh, yang dikendalikan oleh BP)
(32).
1998: Pemerintah mengumumkan tak
akan mengeluarkan ijin penebangan hutan lagi di Indonesia pada tahun 1998,
kecuali di Papua dan Timor Timur (36).
Disetujui kontrak pertambangan nikel di Pulau Gag untuk
usaha patungan BHP dan Aneka Tambang (37).
Badan perencanaan pembangunan nasional (BAPPENAS) membuat
daftar proyek baru untuk mengeksploitasi sumber daya Papua di tujuh zona.
Rencana tersebut mencakup transmigrasi besar-besaran yang dipadukan dengan
penebangan hutan, proyek kayu lapis, kelapa sawit, gula tebu dan serat tekstil
di Merauke dan eksploitasi gas di Teluk Bintuni (37).
Mantan Gubernur Suebu (yang duduk di badan pengawas
pembangunan untuk wilayah Indonesia Timur) mengumumkan bahwa Jerman, Jepang dan
Australia telah menyepakati untuk menanamkan modal di mega proyek Mamberamo (37). Rencana untuk
mega proyek itu tidak terpengaruh oleh ’krismon’ dan laporan menyebutkan bahwa
pembebasan tanah mulai berjalan. (37).
Sekitar 2.100 orang akan dipindahkan dari kota tambang Freeport Timika ke lokasi
transmigrasi (37). Freeport terlibat dalam pembunuhan 11 orang dan tindak
kekerasan lain yang dilakukan oleh militer Indonesia di dekat tambangnya.
Kekerasan itu didokumentasikan dalam laporan pemimpin gereja di Mimika (38).
Dinding air setinggi 20 kaki dimuntahkan Danau Wanagon, di mana Freeport
membuang limbah tambangnya, mengakibatkan banjir di desa Waa dan sejumlah
banjir dan tanah longsor, yang menelan korban dua pekerja (39). Kegiatan
perusahaan diselidiki oleh sebuah komisi DPR yang mendapati bahwa perusahaan itu
belum memberikan cukup manfaat bagi masyarakat setempat. Terjadi mogok kerja di
pertambangan karena masalah gaji (39). Sementara itu, jatuhnya Suharto memicu
munculnya tuntutan akan penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan rakyat Papua di
seluruh wilayah itu (38).
Detail rencana ARCO dan
mitranya untuk mengeksploitasi gas di proyek Tangguh diumumkan ke masyarakat luas (39).
1999: Penguasaan tanah
besar-besaran, termasuk ribuan hektare di Papua, oleh keluarga Suharto mulai
merebak, ,dengan sedikitnya 5 perusahaan terlibat dalam sektor perkebunan,
perikanan dan industri. (40). Sementara pembicaraan tentang ‘otonomi’ dan
‘Dialog Nasional’ mengenai Papua berlanjut, Departemen Kehutanan menyerukan
agar pemerintah distrik Merauke memastikan adanya pembukaan lahan dan
penyelesaian pemberian kompensasi sehingga perkebunan kelapa sawit, gula dll
milik Texmaco dapat
mulai beroperasi. (40)
Kanwil Kehutanan mengatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan
permohonan ke pemerintah pusat untuk pembangunan 20 proyek perkebunan kelapa
sawit baru skala menengah dan besar serta fasilitas pemrosesannya di distrik
Jayapura, Merauke, Nabire, Fakfak dan Manokwari (40). Sebuah pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Sorong oleh Korindo Group (melalui anak perusahaan Bangun Karya Irian) tengah menunggu
persetujuan. Dua anak perusahaan lain sudah mengembangkan perkebunan seluas
3.000 ha di Merauke (40).
Sebuah pembangunan perkebunan baru di wilayah Arso
diumumkan, dengan pengembang PT
PNII – perusahaan perkebunan negara - dengan perkebunan seluas 102.000 ha dan membangun pabrik
pengolahan minyak sawit mentah (CPO) (42). Lahan seluas 1 juta hektare
dialokasikan untuk ‘Zona Pembangunan Ekonomi Terpadu Biak’ untuk ditanami padi,
sagu dan kelapa sawit, dan akan dikembangkan oleh PT Dato, konsorsium perusahaan Malaysia dan Jerman (42). PT Varita Majutama (anak
perusahaan Jayanti Group,
yang menjalankan proyek kayu lapis, sagu dan pengalengan ikan di Biak)
memperluas perkebunan yang sudah ada di Babo, Teluk Bintuni, dengan mengerahkan
tenaga kerja transmigran dan perusahaan itu merencanakan untuk membangun kilang
pengolahan dan pelabuhan. (42). Sinar
Mas mengatakan akan membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit
mentah dengan fasilitas pelabuhan di distrik Jayapura dan sudah menanam kelapa sawit
di perkebunan seluas 13.000 hektare di sana.(42). Perusahaan lain (PT Tujuh Wali-Wali dan PT Prabu Alaska) tengah menunggu
persetujuan untuk proyek mereka di distrik Jayapura dan Fakfak (42).
Lembaga Adat Suku Amungme (LEMASA) mengancam akan menutup tambang Freeport-Rio Tinto kalau
perusahaan itu tidak mengubah cara kerjanya. (40). Skandal korupsi yang
melibatkan Menteri Perekonomian Ginandjar Kartasasmita, Aburizal Bakrie dan Freeport, memicu
munculnya tuntutan untuk melakukan negosiasi ulang atas kontrak perusahaan yang
dibuat tahun 1991 itu. Sementara itu Presiden Habibie menginstruksikan para
menteri untuk membantu perusahaan pertambangan itu agar meningkatkan
produksinya menjadi 300.000 ton per hari (40) dan perluasan wilayah tambang
disetujui setelah Freeport sepakat untuk meningkatkan pembayaran royalti atas
tembaga dan emas yang dikeruk (41).
Wakil Papua yang hadir dalam pertemuan peresmian Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengecam penyerobotan tanah dan sumber daya
mereka oleh pemerintah pusat di Jakarta yang kemudian membagi-bagikannya ke
berbagai perusahaaan. Mereka menuntut kemerdekaan dari Indonesia (Terbitan
khusus DTE Oktober 1999). Sebuah kampanye internasional diluncurkan untuk
mendesak pemerintah agar mengakui bahwa PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat)1969
adalah penipuan (43).
Continental Energy, untuk anak perusahaannya Apex Ltd, menandatangani kontrak
bagi hasil dengan Pertamina untuk
melakukan eksplorasi atas blok seluas 9.500 km persegi di lepas pantai timur
laut Papua (43).
Perwakilan Papua Barat meminta Kelompok Kerja PBB untuk
Masyarakat Adat agar pihak-pihak yang terlibat dalam proyek Mamberamo melakukan konsultasi
dengan 7.300 warga yang terimbas. Perwakilan itu menyatakan bahwa hingga saat
ini ”hampir semua kebijakan dan keputusan untuk apa yang disebut ‘pembangunan’
di Papua Barat dibuat tanpa sepengetahuan mereka” (43).
2000: Dengan latar belakang tuntutan
terbuka untuk kemerdekaan atau paling tidak dialog mengenai status politik
Papua, warga Papua mengajukan tuntutan baru untuk penutupan tambang Freeport-Rio Tinto dan ditariknya
pasukan militer dari Timika (44). Penahan waduk Wanagon ambruk dua kali,
menyebabkan tewasnya empat pekerja kontrakan dan banjir yang parah di daerah
hilir. Pengurangan sementara dalam pemrosesan biji besi diberlakukan (47).
WALHI menggugat Freeport karena pelanggaran undang-undang pengelolaan
lingkungan hidup (47). Kapal survei yang dioperasikan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) melaporkan adanya banyak endapan dari tambang
Freeport di Laut Arafura (47). Freeport menyepakati kerangka kerja nota
kesepahaman dengan organisasi masyarakat LEMASA dan LEMASKO (47).
Informasi dari Badan pengelolaan Lingkungan Hidup
(Bapedal) di Jayapura menunjukkan bahwa 57 perusahaan kayu telah menebang pohon
di lahan seluas 11 juta hektare. Bapedal menyebutkan nama enam perusahaan
dengan HPH seluas lebih dari 200.000 hektare yang menguasai lahan sejumlah
total 6,8 juta ha. Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) mengatakan
bahwa banyak perusahaan menghentikan operasi karena konflik dengan masyarakat.
(45).
Dewan Presidium Papua yang baru dan pro-kemerdekaan
mengeluarkan resolusi mengenai investasi asing. Investasi asing disambut baik
selama investor menghargai hak-hak masyarakat adat Papua dan lingkungannya.
(47).
Kesepakatan ‘road for
logs’ (jalan untuk kayu) yang melibatkan empat perusahaan Korea Selatan
ditandatangani di Jakarta. Sesuai dengan kesepakatan ini perusahaan-perusahaan
tersebut akan membangun jalan sepanjang 11.280 km yang menghubungkan Jayapura
dengan Nabire dan Sorong dan sebagai imbalannya mereka akan mendapatkan hak
penebangan pohon selebar lima kilometer di sebelah kiri dan kanan sepanjang
jalan baru tersebut. (47).
Sementara itu masyarakat setempat dari Yapen Waropen
menuntut kompensasi atas penebangan hutan dari perusahaan Korea lainnya, Kodeco (47).
2001: Undang-undang Otonomi Khusus untuk
Papua akhirnya dikeluarkan pada bulan Oktober, dua tahun setelah
diberlakukannya UU Otonomi Daerah agar daerah memperoleh bagian yang lebih
besar atas pendapatan yang diperoleh dari sumber daya alam (51). Tenggat waktu
1 Mei bagi pengesahan RUU itu ditunda (49). Demonstran menolak otonomi dan
menyerukan kemerdekaan sementara pihak keamanan menggilas demonstrasi politik,
menangkap para pemimpin Papua yang pro-kemerdekaan. Puluhan orang dilaporkan
tewas setelah ditembak dan/atau dihajar pihak keamanan. (49).
Perusahaan merger Inggris/AS, BP/Amoco (dahulu ARCO)
merencanakan untuk memulai produksi dari ladang gas raksasa Tangguh di Teluk
Bintuni tahun 2005. Menteri Lingkungan Hidup Sony Keraf mengatakan bahwa proyek
itu akan merupakan ujian bagi UU Lingkungan Hidup yang baru, yang mensyaratkan
partisipasi masyarakat dalam AMDAL. Kepala Bapedalda Ali Kastella mengatakan
bahwa proyek itu mengancam ribuan hektare hutan bakau (48). Masyarakat adat
Sebiar (Sebayar) mengancam akan menghentikan kegiatan BP Tangguh jika
perusahaan itu gagal membayar ganti rugi yang telah dijanjikan atas pohon sagu
yang hancur selama survei yang dilakukan tahun 1996-1997 (49).
Pembunuhan terhadap sejumlah pekerja penebang dan polisi
memicu operasi brutal oleh Brimob di Wasior. Perusahaan yang terlibat
adalah PT Dharma Mukti Persada,.
Kejadian tersebut mengundang debat mengenai potensi pelanggaran HAM di sekitar
lokasi BP Tangguh (50).
Bulan Februari Indonesia melelang 21 blok eksplorasi,
termasuk 6 blok di Laut Arafura(48).
Freeport-Rio Tinto ditengarai oleh Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia sebagai satu dari dua perusahaan yang
paling mencemari di Indonesia timur, tetapi pemerintah kembali memberikan
perusahaan itu ijin untuk berproduksi lebih banyak sebesar 230.000 ton per hari
(49). WALHI memenangkan gugatan atas Freeport dan perusahaan itu dinyatakan
bersalah melanggar UU Lingkungan Hidup No 23/1997. Pihak militer menegaskan
bahwa mereka siap mengamankan fasilitas Freeport dari ancaman keamanan di
tengah-tengah seruan untuk menarik pasukan militer keluar dari Papua. Freeport
menemukan lebih banyak tembaga dan emas dalam wilayah konsesinya. (51).
Mega proyek Mamberamo akan
berjalan terus, menurut pejabat tingkat provinsi, tetapi Bank Dunia membantah
sedang mempertimbangkan untuk mendanai waduk pembangkit listrik tenaga air itu
dan mengindikasikan bahwa proyek itu merupakan gagasan yang buruk. (49).
Rombongan pimpinan masyarakat adat dari Mamberamo pergi ke Jakarta untuk
menuntut penghentian proyek, tetapi pemerintah tampaknya sudah berketetapan
untuk terus melanjutkannya dan “terus mendesak masyarakat setempat agar
menerima rencana itu” (50).
Peraturan baru untuk menghentikan pertambangan di hutan
lindung diperdebatkan oleh perusahaan-perusahaan tambang, termasuk BHP, yang merencanakan untuk
mengembangkan tambang nikel di Pulau Gag di perairan Papua.
2002: BP melakukan analisis dampak HAM di Tangguh di tengah-tengah kekhawatiran
mengenai pengaturan keamanan gaya Freeport di
Teluk Bintuni dan potensi pelanggaran HAM terhadap warga setempat. Pendudukan
base-camp BP di Manokwari selama sehari penuh oleh masyarakat setempat memaksa
dihentikannya kegiatan proyek Tangguh. Sejumlah ornop di Manokwari menyerukan
moratorium. BP membentuk komisi (TIAP) untuk pengawasan yang lebih ketat atas
pelaksanaan proyek itu, lalu komandan militer Papua mengunjungi lokasi proyek
dan menyatakan bahwa militer memiliki kewajiban untuk melindungi lokasi proyek
semacam itu. (53/54). Pengunjung lokasi melaporkan kekhawatiran masyarakat
setempat yang mendalam atas masa depan mereka (55).
Data pemerintah menunjukkan bahwa 3,3 juta hektare dari 11,5
juta hektare hutan yag dimaksudkan untuk dijadikan hutan lindung di Papua
tumpang tindih dengan konsesi pertambangan. Hal yang sama juga terjadi pada 1,5
juta ha dari 7,5 juta hektare hutan konservasi Papua. Perusahaan yang terlibat
termasuk BHP dan Freeport. Gubernur Solossa melobi
untuk mencabut larangan atas proyek BHP (53/54). BHP adalah satu dari enam
perusahaan yang pertama kali mendapat persetujuan untuk melanjutkan operasinya,
setelah pemerintah bertekuk lutut karena mendapat tekanan kuat untuk
mengijinkan pertambangan di hutan lindung (55).
Menteri Kehutanan Prakosa meminta Gubernur Papua Solossa
untuk mencabut keputusan yang mengijinkan ekspor kayu merbau yang berharga yang
bertentangan dengan larangan pemerintah pusat (53/54). Pelanggaran HAM terkait
dengan bisnis pembalakan liar dilaporkan oleh kelompok HAM di Papua, ELSHAM
(55). International Crisis Group mengeluarkan laporan yang menunjukkan hubungan
antara militer, eksploitasi sumber daya alam secara ilegal dan pembayaran uang
keamanan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua. Pejabat militer
atau “yayasan” yang dijalankan oleh militer dilaporkan menjadi pemilik saham
dalam perusahaan penebangan hutan PT
Hanurata dan Jayanti.
Kasus-kasus intimidasi yang melibatkan Jayanti di Teluk Bintuni dilaporkan,
juga penembakan oleh pasukan Kopassus yang menelan korban di lokasi PT Wapoga Mutiara Timber,130 km barat
Jayapura. ICG merekomendasikan moratorium penebangan komersial untuk Papua dan
penghapusan keterlibatan militer secara bertahap dalam ekstraksi sumber daya
alam. (55).
Papua mengalami demam penebangan hutan yang berpusat di
daerah Kepala Burung dengan banyak pembeli asing yang berminat atas kayu
merbau. Banyak kasus penebangan liar dan penyelundupan kayu yang dilaporkan.
Mafia kayu yang terkait dengan kerusakan hutan yang meningkat pesat muncul di
Sorong berupa kolusi antara pejabat setempat, militer/polisi dan perusahaan
kayu. (55). Terdapat 53 ijin HPH skala besar di Papua, mencakup 11-13 juta
hektare, ditambah ratusan ijin HPH skala kecil yang dikeluarkan sejak 1998.
Dibandingkan dengan daerah lain, laju kegiatan penebangan lebih rendah dan
jumlahnya berkurang sekitar 1,8 juta ha antara 1985 dan 1997. Produksi kayu
antara 1995-2000 adalah 1,7 juta meter kubik per tahun (37% dari target
pemerintah). Tak ada pembangunan hutan produksi kayu dan laju pembangunan
perkebunan rendah dibandingkan dengan daerah lain. (55).
Pekerja HAM berada di bawah tekanan dalam melakukan
investigasi terbunuhnya tiga orang (satu warga Indonesia dan dua warga Amerika)
di dekat tambang Freeport-Rio
Tinto yang mengarah pada adanya keterlibatan militer. Perusahaan
diketahui membayar puluhan juta dolar untuk pasukan pengamanan. Kejadian yang
diprovokasi oleh militer di dekat pertambangan diyakini merupakan upaya untuk
membenarkan keberadaan militer yang terus bercokol di sana dan pembayaran
mereka. Sementara itu pemerintah Papua memiliki rencana untuk mendapatkan 15%
saham pertambangan itu dan juga meminta adanya langkah-langkah secukupnya untuk
mengatasi polusi pertambangan (55).
Medco, Perusahaan energi Indonesia
terbesar yang terdaftar (dalam bursa efek Indonesia), membeli 90% saham dalam
blok eksplorasi minyak dan gas di Yapen (56).
2003: Pemegang saham perusahaan
memaksa Freeport untuk
mengungkapkan berapa besar uang keamanan yang telah dibayarkan dan terus
dibayarkan ke polisi dan militer di Papua. Hal ini mengundang debat mengenai
praktik manipulasi penguasaan kendali keamanan dan pelanggaran HAM terkait
dengan kegiatan Freeport. (57) Tanah longsor di lubang tambang raksasa Grasberg
menewaskan delapan korban, yang segera memicu aksi protes di Indonesia dan
London terhadap pertambangan (59). Yosepha Alomang, pembela HAM dari masyarakat
adat Amungme menerbitkan kisah pribadinya selama tinggal di dekat tambang
Freeport dan penderitaan yang dialaminya di tangan militer ketika ia memprotes
dampak pertambangan itu (63).
Timbul lebih banyak keraguan mengenai proyek gas Tangguh dengan dipublikasikannya
rangkuman atas penilaian dampak HAM proyek itu dan laporan dari Majelis
Penasehat Independen Tangguh (TIAP). Kekhawatiran baru termasuk usulan
pembagian Papua menjadi tiga provinsi (pemekaran) dan implikasi meningkatnya
kehadiran militer yang ditimbulkan (57).
Delegasi DPRD dan pejabat Dinas Kehutanan menolak untuk
mencabut ijin penebangan hutan dalam pertemuan dengan pejabat Departemen
Kehutanan di Jakarta. Dalam masa demam logging di Papua tahun lalu, ijin HPH
mencakup kawasan seluas 11,8 juta hektare diberikan kepada 44 perusahaan. (57).
Timbul kekhawatiran mengenai dampak potensial rencana BHP untuk menambang nikel di
pulau Gag terhadap ekosistem kelautan Raja Ampat yang tak jauh dari situ.
Diplomat Australia melakukan lobi agar penambangan dapat terus berlanjut di
hutan lindung atas permintaan perusahaan-perusahaan yang bersangkutan, termasuk
BHP (58).
2004: Situasi politik yang memburuk
di Papua dan munculnya kembali militer sebagai kekuatan yang dominan dalam
politik Indonesia menimbulkan kekhawatiran mengenai perlindungan HAM di Tangguh (60).
WALHI melaporkan bahwa ekspor kayu illegal dari Papua telah
mencapai 600.000 meter kubik per bulan (61).
2005: Laporan yang dibuat
EIA-Telapak mengenai pembalakan liar di Papua mengungkapkan bahwa Papua adalah
pusat pembalakan liar utama di Indonesia. Setiap bulan sejumlah 300.000 meter
kubik kayu diselundupkan ke Cina. Ada jaringan korupsi dan intimidasi yang
melibatkan sindikat broker dan penghubung yang kuat di Indonesia, Malaysia,
Singapura dan Cina. Masyarakat adat Papua hanya mendapat ‘uang receh’ sebagai
pengganti sumber daya hutan mereka yang sangat berharga yang harus mereka serahkan.
Distributor lantai kayu terkemuka di AS, Goodfellow Inc, menjual produk yang berasal dari kayu ilegal
Papua. Beberapa menteri memerintahkan penggrebekan atas pembalakan liar di
Papua, tetapi hal ini menjadi rumit karena hukum Papua dan nasional yang saling
bertentangan mengenai siapa yang berhak atas penerbitan HPH (65)
Pernyataan masyarakat adat Soway, Wayuri dan Simuna yang
menyerukan dihentikannya kegiatan proyek Tangguh di Teluk Bintuni hingga masalah yang berlarut-larut
mengenai tanah diselesaikan. Tiga ratus ornop dan individu menandatangani surat
mendesak Chief executive BP Lord Browne agar tidak meneruskan proyek itu sampai
kekhawatiran tentang HAM dan konteks politik secara lebih luas diatasi. Seorang
mantan vice-president BP turut mengkritik proyek itu dan TIAP
dituduh meremehkan kekhawatiran atas pelanggaran HAM (65).
Ada rencana untuk membangun pangkalan militer di Taman
Nasional Wasur di Merauke (65)
Mahkamah Konstitusi Indonesia memenangkan
perusahaan-perusahaan pertambangan yang ingin meneruskan kegiatan mereka di
hutang lindung – termasuk BHP, di
Pulau Gag, padahal ada laporan mengenai ancaman dan suap (66).
Global Witness mendesak agar dilakukan investigasi terhadap
kegiatan Freeport sesuai
dengan hukum AS dan Indonesia terkait dengan pembayaran terhadap petugas
militer dan polisi. Ada keterlibatan seorang mantan komandan militer di Papua.
Pejabat yang sama pernah menduduki jabatan militer senior di Timor Timur ketika
tindakan sewenang-wenang oleh pasukan dan militia yang didukung oleh angkatan
darat Indonesia terjadi. (66)
2006: Detail atas pembayaran Freeport terhadap personel polisi
dan militer diungkapkan lebih lanjut dalam laporan investigasi New York
Times (68). Dua laporan secara terinci melaporkan dampak lingkungan
hidup Freeport (WALHI) dan dampak sosialnya (Yahamak/ELSHAM), serta mencakup
masalah seputar pendulangan emas oleh masyarakat setempat di aliran pembuangan
tailing Freeport. Para demonstran di Jakarta mendesak agar tambang ditutup
(69). Dana pensiun pemerintah Norwegia mencabut investasinya di Freeport dengan
alasan etika (71).
Bank Pembangunan Asia menyetujui pinjaman untuk Tangguh, meskipun ada protes dari
Ornop. Pemimpin gereja Baptis Papua Pendeta Socratez Sofyan Yoman mengirim
surat ke BP untuk
menyatakan keberatan atas hubungan perusahaan dengan pemerintah yang melakukan
tindakan sewenang-wenang di luar ‘area proyek’ Tangguh (68).
Secara resmi, Papua merupakan provinsi kedua terkaya di
Indonesia, tetapi perhitungan Bank Dunia menunjukkan bahwa meskipun terdapat
pertumbuhan rata-rata 10% dalam dekade terakhir dan aliran pendapatan meningkat
sejak diberlakukannya otonomi khusus, 40% warga Papua masih hidup di bawah
garis kemiskinan – lebih dari dua kali lipat angka rata-rata nasional (68).
Menteri Kehutanan Kaban Malam mengumumkan rencana China Light untuk menanamkan
modal sebesar US$1 miliar dalam proyek penebangan dan pemrosesan kayu untuk
memasok kayu keras merbau bagi fasilitas olahraga di Olympic Games 2008 di
Beijing (69).
Hutan-hutan di Papua gundul dengan laju yang jauh lebih
pesat daripada yang sebelumnya diperkirakan, menurut analisis Forest Watch
Indonesia. Hanya 45% hutan yang masih utuh (17,9 juta ha). Penyebab utamanya
adalah penebangan komersial besar-besaran. Greenpeace menyorot enam pabrik
pemrosesan kayu besar di Papua, termasuk Henrison Iriana (anak perusahaan Kayu Lapis Indonesia). Peraturan daerah khusus (Perdasus) memberi
masyarakat hak untuk mengelola usaha penebangan skala kecil, tetapi komitmen
Jakarta untuk mendukung langkah desentralisasi patut dipertanyakan (69).
BHP mengatakan perusahaan itu tak akan membuang tailingnya
ke laut di tambang nikel yang sedang direncanakan di Pulau Gag dan tak akan
melanjutkan kegiatan penambangan jika daerah itu dijadikan Situs Warisan Budaya
Dunia. (76-77).
2007: Ada pertanyaan mengenai emisi
CO2 dari proyek Tangguh di
samping kekhawatiran yang terus berlanjut mengenai situasi keamanan dan
pelanggaran HAM (73).
Buruh mogok di tambang Freeport-Rio Tinto karena praktik diskriminasi tenaga kerja.
JATAM dan WALHI menerbitkan buku baru mengenai Freeport. Disampaikan petisi
yang mendesak pemerintah untuk menangani masalah Freeport (73). Dua perempuan
tewas tertembak dan seorang luka dalam demonstrasi di lokasi pertambangan
(76-77).
Rencana besar untuk perkebunan kelapa sawit –antara 1 dan 3
juta hektare tengah dipromosikan di Papua. Badan Koordinasi Penanaman Modal
Indonesia mengatakan bahwa terdapat lebih dari 2 juta hektare yang tersedia
untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Saat ini tengah dikembangkan
sekitar 90.000 ha di provinsi Papua dan 30.000 di provinsi Papua Barat (75).
Gubernur Suebu mengatakan ia telah setuju untuk menyediakan sejuta hektare
tanah untuk investasi kelapa sawit sesuai permintaan Sinar Mas, Medco dan Felda (BUMN Malaysia) dengan
fokus untuk memasok pasar bahan bakar solar nabati (biodiesel) (75). Sinar Mas
memiliki rencana untuk proyek kelapa sawit di distrik Mappi, Boven Digul dan
Merauke, serta telah menandatangani nota kesepahaman untuk 200.000 ha di
masing-masing distrik (75). Sinar Mas dilaporkan memiliki rencana ambisius
untuk 2,8 juta hektare di ketiga distrik itu, serta tiga distrik lain di bagian
utara Papua (Sarmi, Keerom dan Jayapura). Investor lain dalam demam kelapa
sawit ini adalah perusahaan Malaysia Genting Bhd (kelapa sawit untuk bahan bakar nabati),
perusahaan Indonesia Muting Mekar
Hijau (kelapa sawit dan gula); perusahaan Indonesia Rajawali Corp (distrik
Keerom), Indomal (distrik
Merauke). Trans Pacific,
perusahaan patungan Indonesian-Singapura-Cina dilaporkan berminat untuk mengembangkan
bahan bakar agro dari sagu (75).
Masalah yang berlarut-larut mengenai hak atas tanah, akses
terhadap sumber daya alam dan pekerja migran, dilaporkan oleh International
Crisis Group terkait proyek-proyek perkebunan kelapa sawit milik perusahaan
Korea Korindo di
distrik Boven Digul. ICG memperkirakan bahwa proyek Sinar Mas di bagian selatan Papua
saja akan memerlukan didatangkannya tenaga kerja non-Papua sejumlah 42.000–
lebih dari jumlah keseluruhan populasi distrik itu saat ini (75). Ada laporan
mengenai penyiksaan dan pembunuhan dua warga Papua di dekat perkebunan Korindo dan kematian seorang
pekerja Korindo (75).
Gubernur Suebu mengatakan ia ingin melindungi lebih dari
setengah tanah yang ditargetkan untuk pembangunan dan menggunakan hutan lindung
untuk menghasilkan kredit karbon (75).
2008: Gubernur Suebu menandatangani
Nota Kesepahaman dengan Emerald
Planet dan New Forests
Asset Management untuk menaksir potensi karbon di Mimika, Mamberamo
dan Merauke. Suebu mengatakan bahwa dari 31,5 juta hektare kawasan hutan di
Papua, 50% diperuntukkan bagi konservasi, 20% untuk produksi dan 30% untuk
konversi termasuk perkebunan dan pertanian (76-77). Proyek percontohan REDD
telah dikembangkan di Pegunungan Cyclops dekat Jayapura bersama dengan Fauna and
Flora International, tapi masih menunggu persetujuan dari Jakarta (79).
BP dan Rio
Tinto mengumumkan keuntungan global dalam jumlah besar. Sementara
itu di Papua, sembilan belas pendulang emas tewas ketika tailing longsor di
dekat pertambangan Freeport-Rio
Tinto. Di Teluk Bintuni, TIAP melaporkan adanya penambahan 100 pasukan
ke Bintuni dan 30 ke Babo, dekat proyek Tangguh. Media cetak di Papua mengungkapkan keprihatinan akan
pembatasan penghidupan nelayan dan relokasi di Teluk Bintuni karena proyek
Tangguh (76-77).
Seiring meroketnya harga pangan dunia, direncanakan mega
proyek yang disingkat MIRE (pendahulu MIFEE) untuk Merauke yang melibatkan
investor dari Saudi Arabia dan dialokasikan 1,6 juta hektare tanah. Lima
perusahaan lokal terlibat (PT Sumber
Alam, PT Wolo Agro Lestari, PT Comexindo, PT Medco dan PT Bangun Cipta Sarana). Timbul
pertanyaan mengenai apakah produksi itu sebagian besar akan diekspor atau
digunakan untuk keperluan domestik. (78).
Medco sudah mulai membangun pabrik
kayu serpih di Merauke dan berencana untuk membangun pabrik bubur kayu dan
kertas tahun 2012. Dua perusahaan lain, Modern Group dan International
Paper dikabarkan berminat atas proyek bubur kayu di Merauke (78).
Koalisi 20 kelompok masyarakat sipil Papua meluncurkan
kampanye di Jakarta untuk menyelamatkan warga dan hutan Papua, yang berada di
bawah ancaman penebangan, perkebunan kelapa sawit, dan tanaman untuk bahan
bakar agro lainnya, serta proyek jalan. Mereka ingin pemerintah berhenti
mengeluarkan ijin kehutanan sebelum ada peraturan daerah mengenai hak
masyarakat adat untuk mengelola sumber daya alam. (78). Data Departemen
Pertanian menunjukkan bahwa sekarang terdapat 14 perusahaan perkebunan kelapa
sawit di Papua dan 6 di antaranya sudah mulai mengembangkan konsesinya; dua perkebunan
kakao dan dua perkebunan sagu (78).
Laporan oleh gereja Protestan di Papua mengenai pengembangan
proyek kelapa sawit oleh PT
Rajawali Group di distrik Keerom menimbulkan kekhawatiran mengenai
metode yang digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan akses ke tanah
masyarakat dan dampak sosialnya. Jaringan ornop Foker LSM Papua mengeluarkan
film mengenai kelapa sawit di Keerom (78).
BHP Billiton menarik diri dari proyek nikel
pulau Gag. Ornop setempat mendesak dihentikannya proyek-proyek pertambangan
nikel lainnya di daerah itu, yang lebih kecil dan sebagian sudah berproduksi
(79).
2009: Komitmen perubahan iklim BP untuk proyek Tangguh dicermati lebih dekat
seiring dengan akan beroperasinya proyek gas itu. Sekitar 3 juta ton karbon
dioksida akan dilepaskan per tahun, menurut dokumen AMDAL (80-81).
Freeport mengakui bahwa perusahaan itu
masih membayar militer Indonesia (80-81). Adanya penembakan-penembakan yang
mengakibatkan korban tewas di dekat pertambangan memicu organisasi masyarakat
sipil setempat untuk menyerukan dialog damai guna menyelesaikan konflik di
Papua. Warga Amungme selaku pemilik tanah mengajukan gugatan baru terhadap
Freeport dan menuntut ganti rugi sebesar US$30 miliar untuk perusakan
lingkungan hidup dan pelanggaran HAM (82).
Sedikitnya 3 perusahaan eksplorasi pertambangan Australia
mencari kandungan tembaga dan emas besar di Papua, yaitu Hillgrove Resources di distrik
Sorong dan Manokwari, Arc
Exploration Ltd (dahulu Austindo Resources Corporation) di Teluk Bintuni, melalui perusahaan
bernama PT Alam Papua Nusantara,
dan Nickelore Ltd, di
daerah yang berbatasan dengan konsesi Freeport (82).
Pemerintah provinsi Papua mengumumkan rencana untuk
membangun waduk pembangkit listrik tenaga air di Komauto untuk memasok listrik,
mendukung proyek semen di Timika serta pembangunan pariwisata di Paniai (83).
2010: Pemerintah menargetkan lahan
seluas 250.000 hektare untuk perkebunan tanaman industri dan tanaman rakyat
pada tahun 2010-2014 dari total jumlah 2,7 juta hektare dalam skala nasional.
Hutan yang baru merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca. (84). Penebangan liar dianggap sebagai penyebab banjir
bandang di distrik Wasior yang menelan banyak korban. (87). Perusahaan
Cina, Far East, ingin menanamkan
modal dalam pertambangan batu bara di 5 daerah di distrik Manokwari (87).
***
So, kitorang ingin dong tetap rampas kita smua anak-anak bangsa Papua ini pu kekayaan alam; mo terus diperbudak dan diperhamba kroni-kroni kapitalis-imperialisme global; mo tetap ada dalam jajahan mereka; ato mo bangkit melawan dan berjuang? Sa pilih berjuang. Mati dalam perjuangan lebih terhormat daripada mati menyerah diperbudak!
Penyadur: Sanimala B.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar